Senin, 10 November 2008

BAHAYA LATEN MENGIKIS BUDAYA TIMUR

Dua hari yang lalu, bangsa Indonesia memperingati hari pahlawan 10 November. Tapi apakah sudah bangsa ini memahami arti menghormati pahlawan, atau meneladani sikap para pahlawan ? Saya ingin mengajak berbagi melalui tulisan saya yang telah saya tulis di bulan Agustus 2008. Ada 2 hal yang akan saya bagi dengan para sobat, yaitu makna pahlawan yang berakar dari ketulusannya berbuat untuk orang lain dan bangsanya, dan yang kedua adalah penyadaran bahwa bangsa ini belumlah merdeka, ada hal yang harus kita merdekakan, yang hakiki dan dapat kita lakukan adalah paradigma pikir kita sendiri, sebagai anak bangsa yang tidak hanya mengekor arus dunia, hingga lupa pada Tuhan yang selama ini menjadi sandaran kita, apalagi terlena hingga akhirnya kita hanya mampu menjadi bangsa kuli dan Tuhan akan menjadi jauh dan tak berkenan untuk mengangkat derajat kita, karena kita menjadi bebal dan tak hormat serta tak percaya pada - Nya.




Tayangan acara Untuk Ibu Indonesia di TVRI, pada tanggal 17 Agutus 2008, yang disiarkan pada pukul 8।00 WIB, dan dipandu oleh Hj। Neno Warisman, membuat siapapun yang melihat akan terharu, bahkan mungkin menitikkan airmata seperti saya. Jika ada yang terlewat dan belum melihat acara tersebut, maka akan saya ceritakan sedikit. Talk show tersebut mengisahkan tentang keikhlasan seorang dokter yang hidup di era perjuangan hingga ORDE BARU, yang sangat setia mengobati orang – orang yang terpinggirkan, seperti gelandangan, pengemis, copet, dan sebagainya tanpa minta balas jasa atau ongkos periksa di Yogyakarta. Dokter tersebut bernama dr. Sampoerno. Setiap malam Beliau keluar rumah untuk mengobati orang-orang terpinggir tersebut di jalanan, stasiun, emper toko, di mana saja sepanjang dia temui, maka pasti akan diperiksa dan diobati. Dokter ini hidup dengan penuh kesederhanaan, dimana pada waktu itu uang pensiun Beliau sebesar Rp. 22,- tidak semuanya diberikan kepada Istri Beliau, hanya Rp. 10,- untuk uang makan di rumah, Rp. 1,- untuk membeli rokok dan Rp. 10,- untuk membeli obat-obatan bagi para gelandang, sebagaimana dituturkan oleh Mbak Eyang, yaitu istri Beliau sendiri pada acara talk show tersebut. Luar biasa, mana ada dokter seperti itu di jaman sekarang ? Putra beliau yang telah menjadi ahli Biologi dan sempat mengenyam pendidikan di Hawaii Amerika Serikat, juga menuturkan bahwa ayahandanya tidak meninggalkan harta sepeserpun sewaktu meninggal. Eyang Mbak juga menuturkan bahwa dr. Sampoerno pernah ditawari teman-temannya untuk berkonspirasi melakukan tindakan korupsi, namun sebagai istri Eyang Mbak justru memcegah dengan mengatakan ”lebih baik saya diberi makan batu daripada makan duit hasil korupsi”. Hingga akhirnya Beliau disingkirkan dalam pergaulan teman-temannya tersebut dan mengalami pensiun dipercepat. Beliau tidak meninggalkan apa-apa dalam bentuk materi, namun semangat dan sikap tulus ikhlas demi sesama dan demi kesejahteraan rakyat Indonesia yang menjiwai setiap langkahnya patut kita teladani bersama. Betapa dr. Sampoerno sangat mencintai Bangsa dan Negara ini, dengan selalu berkomitmen untuk menolong sesama di bumi pertiwi ini, mewujudkan secara nyata cita-cita NKRI untuk memelihara orang miskin dan anak terlantar, walau dalam hanya dalam lingkup kesehatan fisik. Beliau juga tak pernah lupa membawa Sang Saka Merah Putih di dalam tasnya, agar semangat nasionalisme tetap membara. Bendera yang sudah kusam itu sekarang masih tersimpan rapi oleh Mbak Eyang, dan keluarga besar dr. Sampoerno menyebutnya Bendera Pusaka, sebagai kenangan untuk menghadirkan kembali Sosok Tauladan dr. Sampoerno di tengah-tengah mereka. Hingga putra bungsu, sang ahli biologi tersebut mengatakan pula bahwa Ayahandanya tidak pernah meninggal, Beliau tetap ada mengiringi langkahnya. Yang lebih mengharukan lagi adalah ketika sang dokter meninggal di Jakarta tahun 1976, maka yang datang melayat dari Yogya dengan menyewa 2 gerbong kereta api ialah para gelandangan, copet, pengemis dan anak jalanan, yang merasa sangat kehilangan.

Beberapa tanggapan muncul seketika melalui acara talk show. Salahsatunya adalah pendapat dari seorang dokter yang baru saja kembali dari Nanggroe Aceh Darussalam. Dokter tersebut mengatakan bahwa dr. Sampoerno dapat menjadi sangat mencintai rakyat negeri ini, karena Beliau telah secara nyata berkorban untuk rakyat negeri ini. Intinya filosofi ”Tiada cinta tanpa pengorbanan” ternyata memang benar.

Dari kisah tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa Beliau adalah tokoh teladan, pahlawan tanpa tanda jasa. Dan kita menilai demikian berdasarkan kacamata orang timur. Baik, bijak menurut orang timur adalah tidak gila harta, mampu berbuat banyak untuk sesama, dan selalu dalam koridor berbuat kebajikan, selalu melakukan hal yang diridhoi oleh Tuhan, dan tidak melakukan hal yang diharamkan.

Bila kita melihat sejarah, kita dapat secara utuh melihat perjalanan hidup para tokoh teladan, dari mulai Nabi Muhammad sampai Gandhi hingga dr. Sampoerno, yang telah berhasil menghadapi tantangan kemewahan duniawi. Mereka sangat luar biasa, mampu tetap berkomitmen di jalan yang benar hingga akhir hayat mereka.

Manusia yang baik atau singkatnya kita sebut tokoh teladan dari kacamata budaya timur, senantiasa dihadapkan pada tantangan jaman, kegilaan materi dan nafsu dunia yang semakin menggila sesuai trend jamannya. Tantangan negatif yang terbungkus kemewahan tersebut, harus dapat dilawan, dengan komitmen untuk tetap berbuat baik, serta berada di jalan yang diridhoi Tuhan. Karena pada dasarnya ketakutan akan azab Tuhan, adalah melebihi ketakutan akan apapun di dunia ini. Diyakini oleh budaya timur, bahwa yang langgeng di dunia adalah perubahan. Sementara kewenangan tertinggi, Yang mampu menciptakan perubahan dalam bentuk apapun adalah berada di tangan Tuhan. Keyakinan ini selain dianut oleh orang timur, juga telah berlaku secara universal melalui berbagai agama dan keyakinan di dunia. Namun seiring jaman keyakinan akan kekuatan Tuhan juga terkikis oleh kekuatan buatan manusia yang semu, namun sangat memikat.

Jika kita bicara kekuatan buatan manusia, maka mungkin akan sangat banyak. Namun kita batasi pada sebuah lembaga internasional, yang dikatakan sebagai lembaga Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) atau dengan bahasa Inggris biasa disebut United Nation (UN) berpusat di Amerika Serikat, dan mayoritas gerak langkahnya juga didominasi negara adi kuasa tersebut. Mungkin banyak orang yang masih sangat menghormati lembaga dunia ini, namun saya pribadi justru mempertanyakan ”mau kemana PBB membawa dunia ini ?”

Pertanyaan ini muncul ketika saya membaca artikel tentang duta PBB. Banyak lembaga sub dari PBB, antara lain UNICEF, UNHCR, WHO, dll dan semuanya memiliki duta masing-masing. Umumnya para duta tersebut adalah artis papan atas Hollywood. Alasannya karena mereka cukup populer dan punya kepedulian sosial.

Saya akan mengangkat salahsatu duta UNHCR sebagai contoh, yaitu Angelina Jolie. Siapa yang tidak kenal tokoh dalam Tomb Raider ini ? Cantik, sexy, memikat luar biasa. Sejak 2005 telah menjadi duta UNHCR dan dinilai peduli sosial karena telah mengadopsi anak-anak telantar dan juga aktif mengirimkan surat berisi kritik sosial kepada Presiden USA, diantaranya kepada George Bush. Namun apakah pihak PBB tidak pernah menilai dari aspek yang lain ? Yaitu bagaimana Jolie menjadi terkenal dan kaya raya ? Jika dirunut kenyataannya dia bisa tenar karena cukup berani menerima tawaran adegan apapun, termasuk adegan bugil, adegan ranjang kapanpun dimanapun. Semua foto vulgarnya sangat mudah diakses via internet. Luar biasa... itukah duta PBB, yang hidup seperti bunglon. Ketika berhadapan dengan pengungsi dia akan menjadi seperti malaikat, namun ketika pengambilan gambar film atau foto bugil dia mampu liar mengikuti nafsu setan, dan dalam hidup keseharian ia mampu bertahan sekian tahun melakukan hubungan sesama jenis dan kumpul kebo hingga 3 orang anaknya menjadi anak terlahir di luar nikah. Lalu nilai apa yang akan ditanamkan oleh lembaga internasional yang agung tersebut ? Apakah orang dengan bergelimang harta, dan tampilan aduhai yang menjadi tokoh di dunia ini, tanpa melihat nilai budi, dan adab yang dilakoni dalam hidupnya ?

Rasakan bedanya antara menyimak kisah keseharian dr. Sampoerno dengan keseharian Angelina Jolie. Nampaknya PBB telah kehilangan nilai, atau memang nilai yang berdasarkan pada keyakinan materi yang akan ditawarkan dan disebarluaskan di seluruh dunia. Jika benar ada unsur kesengajaan PBB untuk mengikis nilai, budaya dan adat timur demi menjadikan negara timur sebagai arena pasar serta arena bermain mereka, hingga timur tidak memiliki apa-apa dan semakin mudah untuk dijadikan kuli-kuli mereka, sebab benteng pertahanan terakhir rakyat di belahan timur dunia adalah nilai luhur budayanya, maka sungguh sangat tabu jika kita masih mengagungkan lembaga tersebut, dan mempercayainya sebagai yang berdaulat guna mewakili, mewujudkan keutuhan dan kedamaian dunia, lantas damai dan utuh macam apa, jika lebih takut miskin daripada takut kepada Tuhan. Apakah keutuhan dan kedamaian dunia dapat diwujudkan dengan uang, atau bukankah justru sebaliknya umumnya hancur karena pertikaian yang berujung pada materi.

Indonesia sebagai negara yang pernah punya Pemimpin, yang memprakasai Gerakan Non Blok, tentunya harus bersyukur dan melanjutkan semangat dan cita-cita Non Blok, yaitu tidak nurut saja dengan PBB, negara adikuasa atau blok manapun. Sebagai yang punya budaya luhur kita harus berani dan yakin untuk tetap eksis dengan pendirian dan keyakinan kita sendiri, yaitu yakin akan Kuasa Tuhan melebihi sekedar kuasa materi.

Semoga tulisan ini dapat menjadi renungan dan juga memberi manfaat untuk kita bersama, di saat negeri ini tengah ramai dengan calon legislatif yang berbalut kemewahan selebriti. Hidup adalah sederhana, yaitu arena kebajikan melawan kebatilan, hanya diri kita yang menentukan akan berpihak ke mana ?

Rinawati
Jakarta, 22 Agustus 2008 ketika Jakarta riuh dengan Caleg 2009




Demikian sobat, semoga menjadi renungan dan pemahaman kita bersama. Langkah kedua yang dapat kita lakukan untuk merdeka, setelah membebaskan paradigma pikir kita sendiri, adalah dengan menularkan paradigma pikir positif kita kepada orang lain, agar dapat bersama-sama memerdekakan bangsa dan negara ini . Tapi kembali lagi, karena perjuangan berpangkal pada ketulusan, dan dibuktikan oleh sejarah bahwa sahabat para nabi tidaklah banyak, maka ini semua terserah pada diri masing-masing apakah menjadi bagian yang sedikit atau ikut saja dengan yang banyak.

Rinawati
Jakarta 12 November 2008, saat ketulusan hanya sebuah lelucon.

Kamis, 06 November 2008

KEJENAKAAN PEMEKARAN DAN PILKADA KABUPATEN, SEBUAH DRAMA AMBISI TANPA AMUNISI

Kunjungan seminggu yang lalu di kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur menjadikan saya dan Bu Soenoe (seorang konsultan, sahabat saya) terheran-
heran. Pertama kami
baru tahu bahwa Kabupaten Manggarai telah mengalami pemekaran pada bulan Agustus 2008, dan menjadi Kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur. Nampaknya gaung pemekaran tersebut tak sampai hingga ke tim PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) Generasi tingkat nasional. Dampaknya tentu saja beberapa pendanaan dan pembinaan dari Pemerintah Pusat menjadi tertunda. Hal ini memperlihatkan bahwa koordinasi antara Tim Pusat dan Daerah memang kurang berjalan baik. Tapi tak apalah, tak ada yang bersalah, yang penting pada akhirnya semua terkoordinasi dengan baik.



gbr kiri : pak Gorys, 2 orang masyarakat setempat, bu Soenoe, saya dan 2 orang masyarakat setempat.












gbr kanan : pak Gorys, seorang masyarakat Manggarai Timur,
saya dan pak Bambang.







Yang membuat kami heran untuk kedua kalinya adalah kabupaten Manggarai Timur selaku kabupaten yang baru mekar, ternyata tidak memiliki dana yang cukup untuk operasional pemerintah daerah. Sebagaimana tertera pada Undang-undang Pemekaran yang ada, dinyatakan bahwa sumber pembiayaan kabup
aten baru, pada tahap awal berasal dari dana bantuan provinsi dan kabupaten induk. Di Manggarai Timur besarnya alokasi bantuan dari provinsi NTT untuk operasional adalah sebesar Rp. 5 milyar, sedangkan dari kabupaten Manggarai selaku kabupaten induk juga memberikan dana sebesar Rp. 3,3 milyar. Hingga akhirnya dana Rp. 8,3 milyar terkumpul sebagai bekal Manggarai Timur merintis roda pemerintahan.

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan salah satu agenda yang harus dilaksanakan pada tahun pertama berputarnya roda pemerintahan. Karena tidaklah mungkin suatu kabupaten terlalu lama dipimpin oleh pejabat sementara.
Banyak partai yang menjadi sangat agresif mengusung calonnya masing-masing, dan dengan konsekuensi masing-masing. Hingga akhirnya jumlah calon mengerucut menjadi 7 orang calon Kepala Daerah. KPU menghitung anggaran yang harus disediakan daerah guna merealisasi Pilkada, yaitu sebesar Rp. 10 milyar. Hal ini dikarenakan besar kemungkinan Pilkada yang mengusung 7 orang calon, akan terjadi dalam 2 putaran.

Sesuai Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah, bahwa provinsi wajib memberikan dana bantuan untuk penyelenggaraan Pilkada kepada kabupaten hasil pemekaran. Provinsi NTT ternyata tidak melakukan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang. Kepada Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi NTT hanya meminta kabupaten tersebut untuk mempergunakan dana yang telah mereka berikan sebelumnya, guna mendukung penyelenggaraan Pilkada. Alhasil Kabupaten Manggarai Timur harus gigit jari dengan dana yang dimiliki, yaitu hanya sebesar Rp. 8,3 milyar, bahkan sebagian telah terpakai untuk operasional, tapi masih harus menyediakan Rp. 10 milyar untuk Pilkada. Berarti kabupaten ini harus utang.

Dalam bertugas para aparat kabupaten bersemboyan "Karena ini tugas maka apapun kondisinya kami laksanakan". Entah mereka berutang kemana, yang pasti Bapak Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Kesbangpol setempat mengatakan "Siapapun nanti yang akan menjadi Bupati Manggarai Timur, maka ia akan berkewajiban mengembalikan utang". Dan tentunya dapat kita hitung bersama, besar minimal utang Bupati terpilih. Lantas berapa lagi dana yang harus Bupati pinjam berikutnya untuk membayar utang yang sekarang, dan berapa juga yang dibutuhkan untuk operasional pemerintahan berikutnya, dan berikutnya lagi ? Lantas kapan kabupaten ini akan membangun, dan kemana arahnya ? Jika setiap tahun anggaran harus mencari dana segar yang berasal dari utang. Serba gelap dan tak satupun aparat di sana yang bisa memberi gambaran kelanjutannya.














Manggar
ai Timur yang luar biasa indah pemandangannya,dan subur tanahnya, namun rakyatnya sangat merana karena masih banyak yang belum menikmati listrik, miskin, minim informasi, transportasi juga masih langka, akses sangat jauh dan medannya pun sangat sulit. Dampaknya SDM masyarakat juga menjadi terbatas. SDM yang lemah tentu dapat menjadi santapan empuk SDM yang kuat, terlebih jika mereka tinggal di alam yang sangat memanjakan. Santapan yang lezat bagi para "pemangsa rakyat". Apakah hal ini tidak juga menjadi daya tarik para pejuang pro pemekaran dan sponsorship pilkada tersebut ? Utang akan terbayar dengan uang atau peluang dan fasilitas sebagai arena bermain yang menarik.

Ini baru satu kabupaten, bagaimana kalau ini terjadi dengan banyak kabupaten di Indonesia. Apakah semua Kepala Daerah pasti punya utang ? Jika ya, berarti kepemimpinannya akan dibayangi pengembalian utang dan kepercayaan dirinya akan langsung rontok ketika berhadapan dengan pihak pemberi utang. Secara logika pasti ada pihak kaya raya yang bisa memberikan pinjaman dan sebenarnya lebih berkuasa daripada Bupati. Dan jika kepemilikan dana tersebut adalah secara privat, maka kebijakan umum di kabupaten tersebut juga akan sangat mudah ditentukan pihak kaya raya yang bermain di balik layar, dan bersifat privat. Artinya apapun pilihan rakyat, tetap akan dikendalikan oleh si kaya raya yang telah membiayai pesta pemilihan Bupati. Kekuasaan di tangan rakyat sudah tidak ada lagi. Rakyat hanya dibutuhkan suaranya, untuk legitimasi selebihnya nasib rakyat ada di tangan privat yang super kaya tadi.

Nampak jelas bahwa Pilkada menjadi arena bermain para penguasa kapital, dan demokrasi rakyat secara langsung hanya bungkus dari arena permainan tersebut. Jika demikian kita patut bertanya kemauan siapakah pemekaran kabupaten tersebut ? Rakyatkah atau siapa ? Ambisi aparat jelas untuk meng-upgrade pangkat dan jabatan tanpa menunggu proses yang lama atau antri dengan yang mau pensiun, tapi bagi rakyat apa motivasi mereka ? Apakah mereka tahu akan lebih diperhatikan, terjamin dan terurus jika wilayahnya mekar ? Kemungkinan sangat kecil rakyat akan berpikir prospektif seperti itu, umumnya yang penting bagi mereka hanya hal yang tampak dan mereka hadapi saat ini. Lalu siapa yang mendorong tingkat Pusat menyetujui pemekaran tersebut, jika asset tak ada, dana bantuan belum tentu mencukupi. Siapa yang mampu menangkap pemekaran dan pilkada yang merupakan satu "paket kejenakaan kabupaten baru" ini sebagai suatu peluang ? Tentunya orang yang pandai berhitung dan menangkap kebingungan publik sebagai peluang bagi mereka.

Permainan kapital menjadi sangat penting dan siapapun yang dapat mempermainkannya dengan lihai, maka ia akan meneguk keuntungan sebesar mungkin. Kapitalis sebagai pola pikir dan aturan sistem telah mengurita, dan melilit negara ini hingga ke sela-sela urat halusnya. Sangat luar biasa, dan walau banyak orang melakukan dengan terpaksa, namun mereka tetap menjadi bangga ketika mereka mendapat perlakuan luar biasa, atas kemampuan mereka tetap menjalaninya walau dengan terpaksa.

Akhir kata, saya salut dengan Pak Bambang dan Pak Gorys yang tangguh dan setia mendampingi masyarakat di Manggarai. Dua orang Bapak sahabat saya ini sangat luar biasa tangguh menghadapi tantangan alam dan masyarakat yang masih sangat membutuhkan penyadaran serta dampingan. Buat Bu Soenoe, janganlah bosan menjadikan kami semua sahabat dalam memberdayakan masyarakat.We do it all together.


Jakarta, 7 November 2008
Ketika Indonesia ikut bahagia dengan terpilihnya Barack Obama sebagai Presiden Amerika

Lencana Facebook