Senin, 10 November 2008

BAHAYA LATEN MENGIKIS BUDAYA TIMUR

Dua hari yang lalu, bangsa Indonesia memperingati hari pahlawan 10 November. Tapi apakah sudah bangsa ini memahami arti menghormati pahlawan, atau meneladani sikap para pahlawan ? Saya ingin mengajak berbagi melalui tulisan saya yang telah saya tulis di bulan Agustus 2008. Ada 2 hal yang akan saya bagi dengan para sobat, yaitu makna pahlawan yang berakar dari ketulusannya berbuat untuk orang lain dan bangsanya, dan yang kedua adalah penyadaran bahwa bangsa ini belumlah merdeka, ada hal yang harus kita merdekakan, yang hakiki dan dapat kita lakukan adalah paradigma pikir kita sendiri, sebagai anak bangsa yang tidak hanya mengekor arus dunia, hingga lupa pada Tuhan yang selama ini menjadi sandaran kita, apalagi terlena hingga akhirnya kita hanya mampu menjadi bangsa kuli dan Tuhan akan menjadi jauh dan tak berkenan untuk mengangkat derajat kita, karena kita menjadi bebal dan tak hormat serta tak percaya pada - Nya.




Tayangan acara Untuk Ibu Indonesia di TVRI, pada tanggal 17 Agutus 2008, yang disiarkan pada pukul 8।00 WIB, dan dipandu oleh Hj। Neno Warisman, membuat siapapun yang melihat akan terharu, bahkan mungkin menitikkan airmata seperti saya. Jika ada yang terlewat dan belum melihat acara tersebut, maka akan saya ceritakan sedikit. Talk show tersebut mengisahkan tentang keikhlasan seorang dokter yang hidup di era perjuangan hingga ORDE BARU, yang sangat setia mengobati orang – orang yang terpinggirkan, seperti gelandangan, pengemis, copet, dan sebagainya tanpa minta balas jasa atau ongkos periksa di Yogyakarta. Dokter tersebut bernama dr. Sampoerno. Setiap malam Beliau keluar rumah untuk mengobati orang-orang terpinggir tersebut di jalanan, stasiun, emper toko, di mana saja sepanjang dia temui, maka pasti akan diperiksa dan diobati. Dokter ini hidup dengan penuh kesederhanaan, dimana pada waktu itu uang pensiun Beliau sebesar Rp. 22,- tidak semuanya diberikan kepada Istri Beliau, hanya Rp. 10,- untuk uang makan di rumah, Rp. 1,- untuk membeli rokok dan Rp. 10,- untuk membeli obat-obatan bagi para gelandang, sebagaimana dituturkan oleh Mbak Eyang, yaitu istri Beliau sendiri pada acara talk show tersebut. Luar biasa, mana ada dokter seperti itu di jaman sekarang ? Putra beliau yang telah menjadi ahli Biologi dan sempat mengenyam pendidikan di Hawaii Amerika Serikat, juga menuturkan bahwa ayahandanya tidak meninggalkan harta sepeserpun sewaktu meninggal. Eyang Mbak juga menuturkan bahwa dr. Sampoerno pernah ditawari teman-temannya untuk berkonspirasi melakukan tindakan korupsi, namun sebagai istri Eyang Mbak justru memcegah dengan mengatakan ”lebih baik saya diberi makan batu daripada makan duit hasil korupsi”. Hingga akhirnya Beliau disingkirkan dalam pergaulan teman-temannya tersebut dan mengalami pensiun dipercepat. Beliau tidak meninggalkan apa-apa dalam bentuk materi, namun semangat dan sikap tulus ikhlas demi sesama dan demi kesejahteraan rakyat Indonesia yang menjiwai setiap langkahnya patut kita teladani bersama. Betapa dr. Sampoerno sangat mencintai Bangsa dan Negara ini, dengan selalu berkomitmen untuk menolong sesama di bumi pertiwi ini, mewujudkan secara nyata cita-cita NKRI untuk memelihara orang miskin dan anak terlantar, walau dalam hanya dalam lingkup kesehatan fisik. Beliau juga tak pernah lupa membawa Sang Saka Merah Putih di dalam tasnya, agar semangat nasionalisme tetap membara. Bendera yang sudah kusam itu sekarang masih tersimpan rapi oleh Mbak Eyang, dan keluarga besar dr. Sampoerno menyebutnya Bendera Pusaka, sebagai kenangan untuk menghadirkan kembali Sosok Tauladan dr. Sampoerno di tengah-tengah mereka. Hingga putra bungsu, sang ahli biologi tersebut mengatakan pula bahwa Ayahandanya tidak pernah meninggal, Beliau tetap ada mengiringi langkahnya. Yang lebih mengharukan lagi adalah ketika sang dokter meninggal di Jakarta tahun 1976, maka yang datang melayat dari Yogya dengan menyewa 2 gerbong kereta api ialah para gelandangan, copet, pengemis dan anak jalanan, yang merasa sangat kehilangan.

Beberapa tanggapan muncul seketika melalui acara talk show. Salahsatunya adalah pendapat dari seorang dokter yang baru saja kembali dari Nanggroe Aceh Darussalam. Dokter tersebut mengatakan bahwa dr. Sampoerno dapat menjadi sangat mencintai rakyat negeri ini, karena Beliau telah secara nyata berkorban untuk rakyat negeri ini. Intinya filosofi ”Tiada cinta tanpa pengorbanan” ternyata memang benar.

Dari kisah tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa Beliau adalah tokoh teladan, pahlawan tanpa tanda jasa. Dan kita menilai demikian berdasarkan kacamata orang timur. Baik, bijak menurut orang timur adalah tidak gila harta, mampu berbuat banyak untuk sesama, dan selalu dalam koridor berbuat kebajikan, selalu melakukan hal yang diridhoi oleh Tuhan, dan tidak melakukan hal yang diharamkan.

Bila kita melihat sejarah, kita dapat secara utuh melihat perjalanan hidup para tokoh teladan, dari mulai Nabi Muhammad sampai Gandhi hingga dr. Sampoerno, yang telah berhasil menghadapi tantangan kemewahan duniawi. Mereka sangat luar biasa, mampu tetap berkomitmen di jalan yang benar hingga akhir hayat mereka.

Manusia yang baik atau singkatnya kita sebut tokoh teladan dari kacamata budaya timur, senantiasa dihadapkan pada tantangan jaman, kegilaan materi dan nafsu dunia yang semakin menggila sesuai trend jamannya. Tantangan negatif yang terbungkus kemewahan tersebut, harus dapat dilawan, dengan komitmen untuk tetap berbuat baik, serta berada di jalan yang diridhoi Tuhan. Karena pada dasarnya ketakutan akan azab Tuhan, adalah melebihi ketakutan akan apapun di dunia ini. Diyakini oleh budaya timur, bahwa yang langgeng di dunia adalah perubahan. Sementara kewenangan tertinggi, Yang mampu menciptakan perubahan dalam bentuk apapun adalah berada di tangan Tuhan. Keyakinan ini selain dianut oleh orang timur, juga telah berlaku secara universal melalui berbagai agama dan keyakinan di dunia. Namun seiring jaman keyakinan akan kekuatan Tuhan juga terkikis oleh kekuatan buatan manusia yang semu, namun sangat memikat.

Jika kita bicara kekuatan buatan manusia, maka mungkin akan sangat banyak. Namun kita batasi pada sebuah lembaga internasional, yang dikatakan sebagai lembaga Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) atau dengan bahasa Inggris biasa disebut United Nation (UN) berpusat di Amerika Serikat, dan mayoritas gerak langkahnya juga didominasi negara adi kuasa tersebut. Mungkin banyak orang yang masih sangat menghormati lembaga dunia ini, namun saya pribadi justru mempertanyakan ”mau kemana PBB membawa dunia ini ?”

Pertanyaan ini muncul ketika saya membaca artikel tentang duta PBB. Banyak lembaga sub dari PBB, antara lain UNICEF, UNHCR, WHO, dll dan semuanya memiliki duta masing-masing. Umumnya para duta tersebut adalah artis papan atas Hollywood. Alasannya karena mereka cukup populer dan punya kepedulian sosial.

Saya akan mengangkat salahsatu duta UNHCR sebagai contoh, yaitu Angelina Jolie. Siapa yang tidak kenal tokoh dalam Tomb Raider ini ? Cantik, sexy, memikat luar biasa. Sejak 2005 telah menjadi duta UNHCR dan dinilai peduli sosial karena telah mengadopsi anak-anak telantar dan juga aktif mengirimkan surat berisi kritik sosial kepada Presiden USA, diantaranya kepada George Bush. Namun apakah pihak PBB tidak pernah menilai dari aspek yang lain ? Yaitu bagaimana Jolie menjadi terkenal dan kaya raya ? Jika dirunut kenyataannya dia bisa tenar karena cukup berani menerima tawaran adegan apapun, termasuk adegan bugil, adegan ranjang kapanpun dimanapun. Semua foto vulgarnya sangat mudah diakses via internet. Luar biasa... itukah duta PBB, yang hidup seperti bunglon. Ketika berhadapan dengan pengungsi dia akan menjadi seperti malaikat, namun ketika pengambilan gambar film atau foto bugil dia mampu liar mengikuti nafsu setan, dan dalam hidup keseharian ia mampu bertahan sekian tahun melakukan hubungan sesama jenis dan kumpul kebo hingga 3 orang anaknya menjadi anak terlahir di luar nikah. Lalu nilai apa yang akan ditanamkan oleh lembaga internasional yang agung tersebut ? Apakah orang dengan bergelimang harta, dan tampilan aduhai yang menjadi tokoh di dunia ini, tanpa melihat nilai budi, dan adab yang dilakoni dalam hidupnya ?

Rasakan bedanya antara menyimak kisah keseharian dr. Sampoerno dengan keseharian Angelina Jolie. Nampaknya PBB telah kehilangan nilai, atau memang nilai yang berdasarkan pada keyakinan materi yang akan ditawarkan dan disebarluaskan di seluruh dunia. Jika benar ada unsur kesengajaan PBB untuk mengikis nilai, budaya dan adat timur demi menjadikan negara timur sebagai arena pasar serta arena bermain mereka, hingga timur tidak memiliki apa-apa dan semakin mudah untuk dijadikan kuli-kuli mereka, sebab benteng pertahanan terakhir rakyat di belahan timur dunia adalah nilai luhur budayanya, maka sungguh sangat tabu jika kita masih mengagungkan lembaga tersebut, dan mempercayainya sebagai yang berdaulat guna mewakili, mewujudkan keutuhan dan kedamaian dunia, lantas damai dan utuh macam apa, jika lebih takut miskin daripada takut kepada Tuhan. Apakah keutuhan dan kedamaian dunia dapat diwujudkan dengan uang, atau bukankah justru sebaliknya umumnya hancur karena pertikaian yang berujung pada materi.

Indonesia sebagai negara yang pernah punya Pemimpin, yang memprakasai Gerakan Non Blok, tentunya harus bersyukur dan melanjutkan semangat dan cita-cita Non Blok, yaitu tidak nurut saja dengan PBB, negara adikuasa atau blok manapun. Sebagai yang punya budaya luhur kita harus berani dan yakin untuk tetap eksis dengan pendirian dan keyakinan kita sendiri, yaitu yakin akan Kuasa Tuhan melebihi sekedar kuasa materi.

Semoga tulisan ini dapat menjadi renungan dan juga memberi manfaat untuk kita bersama, di saat negeri ini tengah ramai dengan calon legislatif yang berbalut kemewahan selebriti. Hidup adalah sederhana, yaitu arena kebajikan melawan kebatilan, hanya diri kita yang menentukan akan berpihak ke mana ?

Rinawati
Jakarta, 22 Agustus 2008 ketika Jakarta riuh dengan Caleg 2009




Demikian sobat, semoga menjadi renungan dan pemahaman kita bersama. Langkah kedua yang dapat kita lakukan untuk merdeka, setelah membebaskan paradigma pikir kita sendiri, adalah dengan menularkan paradigma pikir positif kita kepada orang lain, agar dapat bersama-sama memerdekakan bangsa dan negara ini . Tapi kembali lagi, karena perjuangan berpangkal pada ketulusan, dan dibuktikan oleh sejarah bahwa sahabat para nabi tidaklah banyak, maka ini semua terserah pada diri masing-masing apakah menjadi bagian yang sedikit atau ikut saja dengan yang banyak.

Rinawati
Jakarta 12 November 2008, saat ketulusan hanya sebuah lelucon.

Kamis, 06 November 2008

KEJENAKAAN PEMEKARAN DAN PILKADA KABUPATEN, SEBUAH DRAMA AMBISI TANPA AMUNISI

Kunjungan seminggu yang lalu di kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur menjadikan saya dan Bu Soenoe (seorang konsultan, sahabat saya) terheran-
heran. Pertama kami
baru tahu bahwa Kabupaten Manggarai telah mengalami pemekaran pada bulan Agustus 2008, dan menjadi Kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur. Nampaknya gaung pemekaran tersebut tak sampai hingga ke tim PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) Generasi tingkat nasional. Dampaknya tentu saja beberapa pendanaan dan pembinaan dari Pemerintah Pusat menjadi tertunda. Hal ini memperlihatkan bahwa koordinasi antara Tim Pusat dan Daerah memang kurang berjalan baik. Tapi tak apalah, tak ada yang bersalah, yang penting pada akhirnya semua terkoordinasi dengan baik.



gbr kiri : pak Gorys, 2 orang masyarakat setempat, bu Soenoe, saya dan 2 orang masyarakat setempat.












gbr kanan : pak Gorys, seorang masyarakat Manggarai Timur,
saya dan pak Bambang.







Yang membuat kami heran untuk kedua kalinya adalah kabupaten Manggarai Timur selaku kabupaten yang baru mekar, ternyata tidak memiliki dana yang cukup untuk operasional pemerintah daerah. Sebagaimana tertera pada Undang-undang Pemekaran yang ada, dinyatakan bahwa sumber pembiayaan kabup
aten baru, pada tahap awal berasal dari dana bantuan provinsi dan kabupaten induk. Di Manggarai Timur besarnya alokasi bantuan dari provinsi NTT untuk operasional adalah sebesar Rp. 5 milyar, sedangkan dari kabupaten Manggarai selaku kabupaten induk juga memberikan dana sebesar Rp. 3,3 milyar. Hingga akhirnya dana Rp. 8,3 milyar terkumpul sebagai bekal Manggarai Timur merintis roda pemerintahan.

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan salah satu agenda yang harus dilaksanakan pada tahun pertama berputarnya roda pemerintahan. Karena tidaklah mungkin suatu kabupaten terlalu lama dipimpin oleh pejabat sementara.
Banyak partai yang menjadi sangat agresif mengusung calonnya masing-masing, dan dengan konsekuensi masing-masing. Hingga akhirnya jumlah calon mengerucut menjadi 7 orang calon Kepala Daerah. KPU menghitung anggaran yang harus disediakan daerah guna merealisasi Pilkada, yaitu sebesar Rp. 10 milyar. Hal ini dikarenakan besar kemungkinan Pilkada yang mengusung 7 orang calon, akan terjadi dalam 2 putaran.

Sesuai Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah, bahwa provinsi wajib memberikan dana bantuan untuk penyelenggaraan Pilkada kepada kabupaten hasil pemekaran. Provinsi NTT ternyata tidak melakukan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang. Kepada Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi NTT hanya meminta kabupaten tersebut untuk mempergunakan dana yang telah mereka berikan sebelumnya, guna mendukung penyelenggaraan Pilkada. Alhasil Kabupaten Manggarai Timur harus gigit jari dengan dana yang dimiliki, yaitu hanya sebesar Rp. 8,3 milyar, bahkan sebagian telah terpakai untuk operasional, tapi masih harus menyediakan Rp. 10 milyar untuk Pilkada. Berarti kabupaten ini harus utang.

Dalam bertugas para aparat kabupaten bersemboyan "Karena ini tugas maka apapun kondisinya kami laksanakan". Entah mereka berutang kemana, yang pasti Bapak Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Kesbangpol setempat mengatakan "Siapapun nanti yang akan menjadi Bupati Manggarai Timur, maka ia akan berkewajiban mengembalikan utang". Dan tentunya dapat kita hitung bersama, besar minimal utang Bupati terpilih. Lantas berapa lagi dana yang harus Bupati pinjam berikutnya untuk membayar utang yang sekarang, dan berapa juga yang dibutuhkan untuk operasional pemerintahan berikutnya, dan berikutnya lagi ? Lantas kapan kabupaten ini akan membangun, dan kemana arahnya ? Jika setiap tahun anggaran harus mencari dana segar yang berasal dari utang. Serba gelap dan tak satupun aparat di sana yang bisa memberi gambaran kelanjutannya.














Manggar
ai Timur yang luar biasa indah pemandangannya,dan subur tanahnya, namun rakyatnya sangat merana karena masih banyak yang belum menikmati listrik, miskin, minim informasi, transportasi juga masih langka, akses sangat jauh dan medannya pun sangat sulit. Dampaknya SDM masyarakat juga menjadi terbatas. SDM yang lemah tentu dapat menjadi santapan empuk SDM yang kuat, terlebih jika mereka tinggal di alam yang sangat memanjakan. Santapan yang lezat bagi para "pemangsa rakyat". Apakah hal ini tidak juga menjadi daya tarik para pejuang pro pemekaran dan sponsorship pilkada tersebut ? Utang akan terbayar dengan uang atau peluang dan fasilitas sebagai arena bermain yang menarik.

Ini baru satu kabupaten, bagaimana kalau ini terjadi dengan banyak kabupaten di Indonesia. Apakah semua Kepala Daerah pasti punya utang ? Jika ya, berarti kepemimpinannya akan dibayangi pengembalian utang dan kepercayaan dirinya akan langsung rontok ketika berhadapan dengan pihak pemberi utang. Secara logika pasti ada pihak kaya raya yang bisa memberikan pinjaman dan sebenarnya lebih berkuasa daripada Bupati. Dan jika kepemilikan dana tersebut adalah secara privat, maka kebijakan umum di kabupaten tersebut juga akan sangat mudah ditentukan pihak kaya raya yang bermain di balik layar, dan bersifat privat. Artinya apapun pilihan rakyat, tetap akan dikendalikan oleh si kaya raya yang telah membiayai pesta pemilihan Bupati. Kekuasaan di tangan rakyat sudah tidak ada lagi. Rakyat hanya dibutuhkan suaranya, untuk legitimasi selebihnya nasib rakyat ada di tangan privat yang super kaya tadi.

Nampak jelas bahwa Pilkada menjadi arena bermain para penguasa kapital, dan demokrasi rakyat secara langsung hanya bungkus dari arena permainan tersebut. Jika demikian kita patut bertanya kemauan siapakah pemekaran kabupaten tersebut ? Rakyatkah atau siapa ? Ambisi aparat jelas untuk meng-upgrade pangkat dan jabatan tanpa menunggu proses yang lama atau antri dengan yang mau pensiun, tapi bagi rakyat apa motivasi mereka ? Apakah mereka tahu akan lebih diperhatikan, terjamin dan terurus jika wilayahnya mekar ? Kemungkinan sangat kecil rakyat akan berpikir prospektif seperti itu, umumnya yang penting bagi mereka hanya hal yang tampak dan mereka hadapi saat ini. Lalu siapa yang mendorong tingkat Pusat menyetujui pemekaran tersebut, jika asset tak ada, dana bantuan belum tentu mencukupi. Siapa yang mampu menangkap pemekaran dan pilkada yang merupakan satu "paket kejenakaan kabupaten baru" ini sebagai suatu peluang ? Tentunya orang yang pandai berhitung dan menangkap kebingungan publik sebagai peluang bagi mereka.

Permainan kapital menjadi sangat penting dan siapapun yang dapat mempermainkannya dengan lihai, maka ia akan meneguk keuntungan sebesar mungkin. Kapitalis sebagai pola pikir dan aturan sistem telah mengurita, dan melilit negara ini hingga ke sela-sela urat halusnya. Sangat luar biasa, dan walau banyak orang melakukan dengan terpaksa, namun mereka tetap menjadi bangga ketika mereka mendapat perlakuan luar biasa, atas kemampuan mereka tetap menjalaninya walau dengan terpaksa.

Akhir kata, saya salut dengan Pak Bambang dan Pak Gorys yang tangguh dan setia mendampingi masyarakat di Manggarai. Dua orang Bapak sahabat saya ini sangat luar biasa tangguh menghadapi tantangan alam dan masyarakat yang masih sangat membutuhkan penyadaran serta dampingan. Buat Bu Soenoe, janganlah bosan menjadikan kami semua sahabat dalam memberdayakan masyarakat.We do it all together.


Jakarta, 7 November 2008
Ketika Indonesia ikut bahagia dengan terpilihnya Barack Obama sebagai Presiden Amerika

Selasa, 24 Juni 2008

AKSI ANARKIS Sebuah Modus Perlawanan Kepada Penguasa

Sebagaimana pemberitaan http://www.detik.com/ tertanggal 24 Juni 2008, bahwa aksi yang mengatasnamakan Solidaritas Universitas Nasional pada tanggal 24 Juni 2008 berlangsung rusuh. Sebanyak kurang dari 500 mahasiswa, telah mampu mengulang aksi 100 ribu buruh pada 11 Mei 1998, yaitu mampu merobohkan pagar DPR, membakar kerucut pembatas jalan, melempari polisi dengan botol plastik bekas, serta batu, menyemprot mobil polisi dengan cat, dan membakar mobil plat merah, hingga melibatkan anak 12 tahun dalam aksi anarkis ini. Sungguh prestasi anarkis yang luar biasa, sulit dibayangkan dengan kekuatan yang hanya 0,5 % mampu melakukan hal yang sama. Apalagi mereka mengatakan bahwa aksi ini adalah aksi pendahuluan. Lalu orang awam akan dibuat berpikir, jika yang demikian baru intronya, nah kalau sudah masuk ke syair lagu akan jadi seperti apa ?

Setelah hampir 63 tahun Republik Indonesia merdeka, ternyata belum mampu menghasilkan apa-apa, dalam hal membangun jiwa rakyatnya. Mengapa demikian? Salah siapa ? Kita memang cenderung akan selalu mencari kambing hitam, padahal selayaknya kita harus melakukan refleksi bersama-sama.

Aksi yang mengatasnamakan mahasiswa sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta itu, apakah benar merupakan keinginan mahasiswa ? Ada baiknya kita tetap pada koridor umum, bahwa siapapun itu, aksi ini adalah aksi sebagian rakyat Indonesia yang tidak puas dengan kondisi yang ada. Kondisi yang kian menyulitkan hidup mereka ini, dipicu oleh beberapa kebijakan Penguasa.


Sebaiknya kita memillih kata Penguasa, karena tidak semua jajaran Pemerintah adalah yang berkuasa, dan sepaham dengan kebijakan yang kian menyulitkan rakyat tersebut, bahkan sebagian dari mereka juga tersudutkan. Kebijakan yang paling memicu demo di beberapa tempat di Indonesia adalah "Kenaikan Harga BBM". Dimana dengan alasan kenaikan harga minyak dunia maka Penguasa terpaksa menaikkan harga BBM di negara ini, dan demi menyelamatkan APBN, bukan menyelamatkan rakyat, maka mereka harus tega melakukan hal ini. Padahal kita tahu harga minyak dunia sekarang sudah turun lagi, bahkan Raja dari Arab Saudi menyatakan bahwa mereka telah menurunkan harga minyak, dan mengalami laba yang cukup besar, hingga mampu menyisihkan dana tersebut, serta berkomitmen melalui The World Bank untuk membantu negara-negara miskin dan berkembang. Itu artinya jika di negara tersebut terdapat sumber minyak, sudah selayaknya negara tersebut mengalami laba yang cukup besar. Walau tidak sehebat Arab Saudi dalam kepemilikan minyak bumi, namun Indonesia adalah juga negara penghasil minyak. Menurut pakar ekonomi Kwik Kian Gie, sebagaimana paparannya di http://www.koran.com/ dan berbagai media elektronik, bahwa sebenarnya negara sudah untung, dan tidak perlu menaikkan harga BBM dalam negeri.

Penguasa sudah meng-counter pernyataan Pak Kwik tersebut melalui berbagai media eletronik, namun counter tersebut masih terdengar tidak bijaksana. Terlebih pernyataan Bapak Wapres yang mengatakan bahwa "jika menentang kenaikan harga BBM, berarti membela orang kaya". Pernyataan inilah yang menyakitkan hati rakyat yang secara nyata mengalami tekanan dari kenaikan harga BBM. Bukan hanya harga minyak yang mahal, namun juga effek domino yang sangat luar biasa, dari mulai harga sayur-mayur yang melonjak, harga susu yang kian tak terjangkau, harga pupuk yang membuat pusing, hingga harga kebutuhan lain yang menjadikan mereka tambah frustasi. Terlebih lagi karena pendapatan mereka tidak mengalami kenaikan,bahkan beberapa jenis mata pencaharian pendapatannya menurun, akibat kenaikan harga BBM, sebagai contoh tukang ojek, pengemudi taksi, nelayan dan masih banyak lagi. Kesulitan hidup menjadikan mereka tertekan, walaupun Penguasa berupaya meredam melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT), namun apalah arti sekian ratus ribu rupiah, dibandingkan dengan ketidakjelasan masa depan ? Yang ada di benak mereka adalah ketakutan akan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sangat kontradiktif dengan benak Penguasa yang lebih berisikan kestabilan, dan jenjang kekuasaan serta kelanggengan dan pengembangan usaha, yang berujung pada kelimpahan materi hingga sekian turunannya.

Rakyat adalah insan yang hidup, punya karakter yang beragam. Ada yang bersifat lembut, lebih banyak menahan dan tidak kontra secara langsung, hingga lebih memilih bersikap diam pada posisi aman. Namun ada juga yang sebaliknya, langsung melawan dan nekad dengan berbagai resikonya. Karakter yang kedua ini, yang memicu aksi-aksi di beberapa tempat, hingga sebagai pelampiasan emosi mereka cenderung bersikap anarkis. Awalnya mereka hanya teriak-teriak dengan toak, sambil membawa spanduk dan membacakan puisi, yang berisikan berbagai tuntutan dan teguran mereka kepada penguasa. Lalu karena tidak diacuhkan, dan tetap dianggap sebagai eleman yang remeh, maka emosi menjadi mudah tersulut. Jika emosi ada di garis depan, sebuah aksi menjadi sangat ngawur alias anarkis.

Selama ini rakyat tahunya yang berbaju coklat (Polisi dan PNS) adalah representatif Penguasa, padahal sejak amandemen UUD 1945 disahkan pada tahun 2002, dan sejak era SBY sebagai Presiden pertama dengan pemilihan langsung, yang diikuti dengan pemilihan langsung beberapa kepala daerah, maka yang namanya penguasa adalah penguasa dan yang namanya polisi dan PNS hanyalah aparat yang berkewajiban mengamankan dan menjaga kestabilan kondisi negara siapapun Penguasanya. Posisi Menteri sebagai elemen Penguasa yang memimpin Departemen tidak semua berasal dari unsur PNS dan Polisi. Penguasa sekarang pada mulanya adalah representatif sebuah partai politik, yang dinilai baik dan dipilih langsung olah rakyat untuk berkuasa. Jadi sebenarnya tidak ada kepastian tentang kesamaan pandangan antara Penguasa dengan aparat. Namun faktor kewajiban sebagai penjaga kestabilan negara menjadikan Polisi dan PNS cenderung tunduk pada kebijakan Penguasa. Jika rakyat cukup dewasa dalam berpolitik, maka mereka tidak akan kontra secara langsung dengan kedua elemen ini, namun justru menyadarkan Polisi dan PNS untuk bersama-sama menyadari posisi mereka yang sebenarnya, yaitu mereka adalah abdi negara, abdi rakyat, bukan abdi Penguasa yang hanya wajib cari muka di depan Penguasa, alias ABS. Walaupun tidak semua aparat yang punya mobil BS atau BP seperti itu.

Entah karena keyakinan bahwa pengguna Innova B 1019 PQ adalah juga seorang aparat yang ABS, atau hanya sekedar emosi, maka pada kerusuhan semalam mobil tersebut telah habis dibakar para demonstran. Padahal bagi orang yang tahu, ini merugikan rakyat sendiri, karena mobil tersebut adalah milik negara dan dibeli dengan uang rakyat untuk operasional pegawai di pemerintahan. Jika mau menohok pelaku atau Pejabat yang membuat kebijakan yang arogan, seharusnya yang menjadi incaran adalah mobil pejabat dengan kode nomor BS (pejabat PNS) atau BP (penjabat kepolisian), dengan plat hitam. Mobil-mobil itulah yang dibeli dengan uang pribadi mereka yang kadang memang didapatkan dengan pola ABS.

Jiwa yang tidak terbangun menjadikan pola anarkis sebagai penyelesaian akhir terhadap apapun yang dihadapi, terkait dengan upaya menentang kebijakan penguasa. Dan jiwa serta pengetahuan yang kurang utuh menjadikan sebuah pola kekerasan tersebut, sebagai modus yang harus ditularkan kepada anak usia sekolah. Diantara para pelaku demo adalah anak 12 tahun, dan diantara sekian juta rakyat Indonesia adalah usia pra sekolah, yang telah menjadi terbiasa melihat aksi baku hantam, dan bakar-membakar sebagai budaya yang ditransfer melalui berbagai media. Bagi sebagian rakyat yang pro pedemo seolah mereka menjelaskan "Begitulah cara mengemukakan pendapat yang bersebrangan dengan Penguasa", dan sebaliknya bagi para Penguasa "Begitu jugalah cara memperlakukan rakyat, yang tidak bisa menurut, diamkan saja sampai mereka lelah, dan sesekali beri mereka permainan agar reda sebentar, bisa kasus konflik agama atau tontonan olahraga", sedangkan bagi para PNS dan Polisi seolah mereka memperjelas bahwa "Kami hanya pelaksana harian, kami harus mematuhi Penguasa agar kita bisa hidup damai, walau kita tetap sulit memenuhi kebutuhan hidup, kalian mau bakar mobil kantor silakan, karena kami pribadipun tidak mengalami kerugian". Dari semua aksi anarkis ini yang sebenarnya dirugikan adalah rakyat, bukan siapa-siapa. Sebagian harta rakyat hangus, nama mahasiswa sebagai representatif rakyat rusak, dan anak-anak usia dini dan sekolah telah dikoyak jiwanya.

Saat ini kunci keberhasilan memperjuangan nasib rakyat ada pada aparat, yang sebenarnya bertugas sebagai abdi masyarakat, bukan abdi Penguasa. Sehingga jika Penguasa sudah menetapkan kebijakan yang dzolim, maka ini harus dihentikan, bukan semakin diladeni dan dilapangkan jalannya. Penghentian ini dapat dengan berbagai cara yang santun dan tidak anarkis. Tidak semua kemauan Penguasa wajib dituruti oleh aparat, dan ini dapat sukses dilakukan jika semua aparat kompak. Bukan sebagian menentang dan sebagian lagi menelikung yang lain. Jika PNS dan polisi secara nyata dapat menunjukkan bahwa mereka berada di pihak rakyat, maka tak akan ada lagi mobil dinas polisi dan plat merah jadi sasaran amuk massa, hingga anak-anak Bangsa ini tidak lagi melihat aksi anarkis yang brutal dan tak terarah. Tapi benar-benar melihat sebuah upaya memperjuangkan hak rakyat dengan nyata, dengan alasan dan arah yang jelas.

Sebuah kejelasan masa depan memang sedang dipertaruhkan, dan PNS serta Polisi menjadi elemen barrier antara Penguasa dan Rakyat. Mau berpihak kemana mereka ? Keputusan ada di tangan mereka, jika mereka tahu bahwa negara ini milik rakyat tentu mereka paham harus kemana.

Jakarta, 25 Juni 2008
Ketika arogansi Penguasa kian berkobar.

Selasa, 10 Juni 2008

Gizi Buruk sebagai Realitas Wajah Negeri ini

Padamu negeri kami berjanji,
Padamu negeri kami berbakti
Bagimu Negeri, Jiwa Raga Kami....



Bait lagu Padamu Negeri ini, akan dapat mengingatkan kita pada kecintaan dan tanggung-jawab kita sebagai anak negeri ini. Salahsatu kewajiban kita sebagai generasi sekarang
adalah mempersiapkan generasi yang akan datang, tidak hanya dari aspek produksi alias "memproduksi anak", namun juga merawat, membimbing dan menjadikan anak tersebut menjadi siap sebagai kader penerus Bangsa, yang kelak akan juga mengemban kewajiban sebagaimana tersurat dan tersirat pada lagu Padamu Negeri tadi. Mereka akan memegang tongkat estafet kepemimpinan dan kendali negeri ini, karena terpeliharanya suatu Bangsa
dan Negara dengan baik, tergantung pada bagaimana terpeliharanya Generasi Penerus Bangsa.

Jika kita ingin mempersiapkan penerus bangsa, maka kita sendiripun harus siap dan cukup mumpuni untuk mengasuh dan membimbing mereka, bahkan mampu menjadi suri tauladan bagi mereka. Darma bakti yang nyata pada Ibu Pertiwi, bukan karena kita berhasil menjadi Professor atau Jenderal dengan beribu bintang, tapi mampu menjadikan gelar tersebut sebagai alat untuk membentuk dan menularkan hal yang positif kepada penerus Bangsa, baik anak kandung kita sendiri, saudara dekat, anak pembantu, atau anak orang lain yang kelak akan menjadi penerus Bangsa ini. Untuk apa kita menjadi orang besar atau bahkan seorang Presiden sekalipun, jika tak mampu menjadikan anak bangsa sebagai "anak yang penuh ion positif" (sehat, berbakat, cerdas, terampil, mumpuni,taqwa kepada Tuhan YME - apapun agamanya, dan berbudi luhur, serta bersemangat), atau bahkan kian meratakan korupsi hingga karakter "preman" pun dapat melekat pada anak-anak sejak usia dini. Bahkan jika kita tetap tidak memperbaiki sistem yang ada, walaupun telah banyak fakta kian meningkatnya jumlah anak dengan gizi buruk atau bahkan sudah berstatus busung lapar (kwashiokor). Inikah yang disebut "Bagimu Negeri Jiwa Raga Kami" ?


Ini adalah fakta negeri ini, tepatnya dari desa Ilomangga, Gorontalo. Anak kecil ini bernama Rasya Pomile, umurnya 1 tahun 2 bulan, beratnya hanya 7,5 kg, walaupun ketika lahir beratnya 3,6 kg. Kondisinya sangat mengenaskan karena selain berat badan kurang, Rasya belum mampu duduk dengan tegak, apalagi berdiri, tubuhnya lemas, dan sangat mudah rewel. Selain itu adanya benjolan di kaki kanannya menjadikan Rasya tidak leluasa bergerak. Dia tinggal dengan Ibu, Ayah dan Kakek serta Neneknya. Mereka sangat miskin. Hingga jam 11 siang mereka belum sarapan, karena masih harus menunggu uang yang dibawa pulang oleh Kakek dan Ayah Rasya yang kerja di ladang. Saat ini ibu Rasya berumur 17 tahun. Pada usia 16 tahun ia sudah mempunyai 2 orang anak (Rasya dan Kakaknya yang baru saja meninggal pada usia 3 tahun, karena sakit-sakitan). Nama Si Ibu muda ini adalah Iwin Puyo. Terlihat pada foto di atas (Iwin yang duduk di sisi belakang), dari wajahnya nampak Iwin menderita anemia, karena selain matanya cekung, juga tampak kantung mata yang berwarna gelap. Sebagai seorang ibu Iwin sepertinya belum siap, karena masih terlalu muda, belum cukup dewasa untuk bersikap sebagai orangtua. Menurut cerita para tetangganya, Iwin sangat sulit diajak ke posyandu, karena takut anaknya disuntik lalu jadi panas. Ia bahkan sempat lari dari Posyandu ketika giliran Rasya imunisasi DPT. Kesadaran Iwin yang kurang menjadikan Rasya hanya menerima vaksin polio dan BCG, dan tak pernah diberikan vaksin DPT atau yang lain karena takut menjadi panas. Kini Iwin tak pernah lagi membawa Rasya ke Posyandu. Nenek Rasya mengaku tidak pernah menasehati Iwin, karena diapun tidak paham tentang "masalah kesehatan jaman sekarang", demikian pengakuannya. Yang mengerikan lagi, karena Rasya mudah sekali rewel, maka Iwin dan Nenek lebih memilih memberikan Rasya makanan yang ia suka rasanya, maka setiap hari Rasya mengkonsumsi "Indomie". Walau kadang ada ikan atau sayur yang dikonsumsi orang dewasa di rumah tersebut, namun Rasya tetap memilih Indomie sebagai menunya sehari-hari. Seperti sebuah nyanyian "Indomie....seleraku...".


Dari fakta di atas, salah siapa yang seperti ini ? dosa siapa yang seperti ini ? Ada baiknya kita instrospeksi bahwa itu adalah salah kita semua. Saya mungkin juga turut bersalah karena tidak mampu berbuat banyak. Kisah-kisah seperti Rasya memang sangat banyak dan menyebar di negeri ini. Jika kita telusuri sebenarnya akan menjadi sangat baik, jika gotong-royong dan semangat "Bagimu Negeri Jiwa Raga Kami" alias nasionalisme dihidupkan kembali di semua lini di negeri ini. Sehingga jika ada yang belum paham tentang kesehatan, dan membahayakan kondisi generasi penerus bangsa, maka yang lain akan peduli, membantu, menyadarkan. Bila perlu Aparat Desa turun tangan untuk membantu langsung kasus khusus seperti ini. Yang memprihatinkan pada kasus Rasya adalah sikap Sekretaris Desa yang tidak langsung menanggani dan membawa Rasya ke Puskesmas, namun justru menyarankan untuk bersabar hingga ada pendataan Askeskin yang baru. Sementara Kader Posyandu pun tidak memahami bahwa kondisi seperti Rasya masuk dalam kondisi rawan dan harus segera ditanggani dengan baik.


Kasus Rasya merupakan salahsatu cerminan, adanya permasalahan utama, yaitu kebiasaan menikah muda di daerah tersebut. Bukan hanya orangtua Rasya yang menikah muda namun juga orangtua yang lain. Hingga ada yang usia anak bungsunya yang sama dengan usia cucunya. Karena anaknya menikah muda dan diapun masih terus "memproduksi anak". Jika menikah muda tentunya belum ada kesadaran yang memadai tentang bagaimana harus bersikap sebagai orangtua, yang harus membujuk anaknya jika tidak mau makan makanan yang sehat, dan harus tetap membawa anaknya untuk divaksin, walau anak tersebut akan menjadi rewel sehari semalam karena panas, inipun sebenarnya tidak akan terlalu merepotkan karena Bidan atau Dokter biasanya telah memberikan obat penurun panas, yang dapat diberikan jika si anak panas.


Kebersamaan di desa dan peningkatan kesadaran, kepedulian dan kemampuan setiap kader dan aparat desa harus dilakukan secara terus menerus. Ibarat tanaman harus dipupuk, disiangi dan disiram secara rutin. Sehingga mereka dapat peka dan peduli dengan masyarakat, benar-benar menjadi pamong praja dan tempat bertanya bagi masyarakat. Dan akhirnya masyarakat dapat merasa diayomi, dan diberikan wawasan hidup hingga mereka dapat merangkai sendiri hari depan mereka, serta membentuk penerus Bangsa yang menjadi tanggung-jawab mereka dengan baik.


Jika kita runut, kurangnya kepedulian masyarakat pada aspek kesehatan, khususnya terkait dengan tanggung-jawab terhadap nasib generasi penerus, adalah karena ketidaktahuan mereka. Sehingga "Pendidikan Kesehatan Masyarakat" dan "Pendidikan Kebangsaan" harus diberikan sejak dini. Selain kita menanggani jangka pendek dengan memberikan makanan tambahan, penyuluhan dan mengalakkan posyandu, penangganan jangka panjang juga mutlak dilakukan. Pendidikan tentang 2 hal yang masih kurang, yaitu pemahaman tentang kesehatan bagi kehidupan dan pemahaman generasi penerus sebagai kader bangsa merupakan salahsatu solusi jangka panjang tersebut. Karena kita tidak menghendaki negeri ini akan terus menerus dilanda ketidaktahuan dan hanya mampu menyelesaikan di sisi tepi atau kulitnya saja. Semoga secuil kisah ini mampu memberikan semangat bagi kita semua agar tetap yakin untuk berbuat sebagaimana "Bagimu Negeri Jiwa Raga Kami".



Jakarta 10 Juni 2008, disaat negeri ini tidak hanya butuh kata cinta, tapi benar-benar perilaku yang penuh cinta.

Kamis, 24 April 2008

Ketika Menjadi Tamu di "Rumah Allah"

Alhamdulillah, Kami (Aku dan Suamiku tercinta) telah
menyelesaikan ibadah umroh dengan lancar dan selamat.
Perjalanan ibadah ini memang luar biasa indah dan nikmat. Betapa tidak menjadi nikmat, jika kita merasa begitu dekat dan lekat dengan Sang Khalik, yang Maha Tahu dan Maha Dekat dengan diri kita, dibandingkan dengan diri kita sendiri.



Ini adalah foto kami (aku dan Mas Yoyok - Suamiku tercinta) beserta para Ibu yang ada di rombongan kami. Dari kiri ke kanan : Mas Yoyok, Ibu Seman - yang telah bermurah hati mengajak kami menjadi "Tamu Allah", Aku, Ibu Cahyo dan Ibu Giyono.

Berawal dari perjalanan panjang yang ditempuh selama 9 jam di udara. Rasa jenuh dan lelah di setiap engsel tubuhku, aku redam dengan membaca beberapa bait doa, membaca buku "Haji" - pemberian dari seorang sahabat - yang sangat membantu untuk fokus bersiap diri sebagai "Tamu di Rumah Allah", atau mondar-mandir ke dapur pesawat - sekedar membuat teh sembari ngobrol dengan para pramugari, yang rata-rata cukup supel dan baik hati, atau juga berdzikir hingga tertidur.

Adzan Maghrib berkumandang menjelang kami tiba di Jeddah, bergegas kami bertayamum dan menunaikan sholat Maghrib. Pesawat Garuda yang kami tumpangi pun mendarat sangat mulus dan nyaman di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah tepat pukul 19.50. Hari itu adalah Hari Jumat tanggal 11 April 2008, kami pun langsung meluncur ke Madinah, yang punya waktu tempuh sekitar 6 jam dari Jeddah. Bis yang membawa kami ternyata cukup nyaman, bersih dan supirnya pun cukup tenang mengendalikannya, sehingga tak lama setelah menikmati makan malam di dalam bis, kami langsung terlelap "di alam 1001 malam".

Bis tiba di Madinah tepat pk. 02.30, hari Sabtu tanggal 12 April 2008. Indahnya Madinah membuat semua pegal-pegal menjadi terlupakan. Ada aura tersendiri ketika memasuki Madinah, terutama saat memandang pintu masuk Mesjid Nabawi yang sangat megah dari kejauhan.

Masyarakat Madinah umumnya bekerja sebagai pedagang, dan bersifat penyayang. Mereka lebih halus dibandingkan masyarakat suku Quraisy di Mekkah, yang jago perang. Oleh karena itu, pada masa Rasulullah ketika kalah berperang melawan orang kafir di Jabal Uhud, mayoritas korban dari pihak kaum muslim berasal dari Madinah.

Namun dalam hal berdagang orang Madinah sangat lihai. Jika kita ingin berbelanja oleh-oleh, atau souvenir dan kebutuhan harian selama di Saudi dengan harga miring, ya... di Madinah ini. Setelah ku telusuri, ternyata memang benar. Harga coklat dan kurma di Madinah selisih lebih murah hampir 12 riyals dibandingkan dengan di Mekkah dan Jeddah.

Di Madinah terdapat Mesjid Nabawi yang dibangun oleh Junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang sangat megah dan luas. Beliau pun dimakamkan di dalam mesjid tersebut. Di sekitar makam Rasul itulah merupakan tempat yang mustajab untuk berdoa, memohon sesuatu kepada Allah SWT, tempat itu dinamakan Raudah. "Barangsiapa yang sholat dan berdoa di Raudah, maka doa-doanya tidak akan ditolak oleh Allah SWT", demikian mustajabnya Raudah, sehingga siapapun yang berkunjung ke Mesjid Nabawi, maka pasti akan berupaya untuk sholat dan berdoa di Raudah. Tempat mustajab ini memang terlihat berbeda dengan sekitarnya, karena karpet dan langit-langit Raudah warnanya dibedakan, detailnya lebih rumit dan penuh warna.

Jamaah Perempuan hanya diperkenankan untuk mengunjungi Raudah pada pk. 08.00 - 11.00 WAS (Waktu Arab Saudi) dan pk. 20.00 - 23.00 WAS. Sehingga ketika pintu masuk menuju Raudah dibuka pada jam tersebut, maka jamaah yang masuk sangat berjejal. Biasanya Jamaah dipisahkan antara yang berbahasa Arab (Turki,Iran dan Mesir), dengan yang berbahasa Melayu (Indonesia, Malaysia dan Brunei). Jamaah yang masuk lebih dahulu adalah dari Turki, Iran, Mesir dan sekitarnya, kemudian terakhir jamaah dari Indonesia, Malaysia dan Brunei.

Terdapat pengalaman menarik ketika aku masuk ke Raudah yang demikian sesak, karena sebagian jamaah akan masuk dan sebagian akan keluar, saling desak dan dorong menjadi sesuatu yang harus dialami di sini. Akupun masuk dengan berdesak-desakan, dihimpit dari kanan, kiri, didorong dari depan dan belakang. Tapi aku ikhlas dan hanya punya niat untuk sholat dan berdoa. Tiba-tiba ketika melihat diriku, para Askar "Penjaga Raudah" pun menyuruh aku untuk sholat, tapi bagaimana aku dapat sholat, jika untuk berdiripun aku sudah terhimpit ? Ternyata Subhanallah..., berkat ridho-Nya aku disapa oleh seorang Ibu, yang katanya berasal dari Jawa Barat. Ibu tersebut bertanya "Apa Ibu sudah sholat ?" saya jawab "belum", lalu kembali dia bertanya "Ibu mau sholat?" saya jawab "Iya". Kemudian ia menawarkan diri "Silakan Ibu sholat, saya akan jaga Ibu", dan sekali lagi Subhanallah.... Ibu tersebut langsung berbicara dalam bahasa Arab kepada orang-orang disekitarku, dan mereka minggir hingga aku punya cukup ruang untuk sholat multak 2 rakaat dengan tenang. Seusai sholat, aku pun menawarkan diri untuk bergantian dengan Ibu tersebut, untuk menjaganya agar ia dapat juga melakukan sholat. Alhamdulillah... aku diberi banyak kemudahan di tempat mustajab ini. Jika tak ada Ibu tadi, mana mungkin aku bisa punya ruang untuk sholat ? mana mungkin kepalaku tak terinjak ketika sholat ? Sekali lagi Alhamdulillah..... Semua karena ijin Allah SWT.

Setelah 3 hari di Madinah, dan sempat berkeliling ke beberapa tempat bersejarah, antara lain Mesjid Kuba, Mesjid Qiblatin dan Jabal Uhud. Kami pun mulai untuk melakukan Umroh yang pertama, dimulai dengan berpakaian ikhrom, dan mengambil miqot (niat), maka berangkatlah kami menuju Mekah, tepatnya menuju Masjidil Haram. Sepanjang perjalanan selama 6 jam lebih kami bertakbir, berdoa dan berdzikir hingga tertidur. Tepat pukul 22.00 WAS kami pun tiba di Mekkah. Alhamdulillah kami diperkenankan tinggal di hotel yang cukup bagus dan sangat dekat dengan Masjidil Haram, karena pintu hotel berhadapan dengan pintu 1 Masjidil Haram.

Setelah makan malam, kami pun mengambil wudhu lalu mulai melakukan Umroh. Ketika pertama kali memandang Kabah, campur aduk rasa hati ini. Subhanallah..... bangunan di depanku ini adalah Kabah, sangat berwibawa, walaupun sangat sederhana. Dimulai dengan Tawaf - mengelilingi Kabah 7 kali, sebagai bentuk keikhlasan manusia mengikuti aturan alam yang ada, dan juga menguji kita untuk berani melangkah, karena setiap saat di sekitar Kabah selalu penuh sesak dengan jamaah. Jika kita gamang untuk memulainya dan takut terinjak atau terhimpit, maka kita tak akan pernah memulai. Dilanjutkan dengan melakukan Sai (berjalan sambil berlari-lari kecil) dari bukit Safa ke bukit Marwah, sebagai bentuk keikhlasan kita melaksanakan perintah Allah, mengikuti jejak Siti Hajar ketika mencari sumber air untuk anaknya dan dirinya. Setelah putaran terakhir, yaitu putaran ke 7, kami melakukan tahalul - memotong minimal 3 helai rambut. Alhamdulillah... rangkaian ibadah Umroh yang pertama telah selesai dengan lancar, semoga ibadah kami qobul, amin....

Kemudian hari-hari kami seantiasa terisi dengan ibadah, dari mulai yang wajib hingga sunnah (dikerjakan mendapat pahala, ditinggalkan tidak apa-apa) kami jalani dengan penuh suka cita. Sekali waktu ada pengalamanku yang narik, yaitu ketika aku ingin melakukan sholat tahajjud (sholat tengah malam) di dekat Kabah. Diawali dengan sesampainya aku di tempat yang mustajab untuk memanjatkan doa (antara Hajar Aswad dan pintu Kabah), aku baru tersadar bahwa mukena yang biasanya ada di dalam tas pingangku ternyata tertinggal. Maka jadilah aku sholat tidak seperti biasanya, cukup dengan baju muslim panjang yang kukenakan. Menjelang sholat shubuh aku mudur ke belakang, dan sempat berbincang dengan seorang TKW asal Ambon, dia lah yang meyakinkan aku untuk tetap sholat tanpa gelisah hanya karena tidak mengenakan mukena seperti biasanya, karena menurut mahzab yang diyakini mayoritas orang Saudi, bahwa yang demikian adalah sah, sebab semua auratku telah tertutup rapat. Seusai sholat Shubuh, entah kenapa aku berniat kembali mendekat ke Kabah. Maka sambil bertawaf akupun mendekat seorang diri, dan ternyata aku diberikan kemudahan, kian dekat hingga aku bisa kembali mencium Kabah sambil memanjatkan doa - setelah sebelumnya aku lakukan bersama suamiku. Tiba-tiba aku dihimpit 2 orang tinggi besar, dan mereka melakukan sholat, akupun akhirnya melakukan sholat tepat di depan Kabah, setelah aku sadari bahwa aku telah terkepung manusia. Dari kejadian ini aku merasa diriku seperti diajak mendekat, dan diminta untuk sholat dengan khusyuk, tanpa memikirkan bagaimana pakaianku - karena kiri kanan dan belakangku telah menjagaku, hingga aku tak mungkin terinjak orang lain. Aku menyadari bahwa diriku hanya tamu, dan aku diminta untuk sholat dengan tata cara sebagaimana tuan rumah yakini. Subhanallah... Semoga aku tak salah memahami.Selesai sholat akupun kembali melakukan tawaf, dan tanpa terasa aku telah berada di luar lingkaran inti manusia, yang mengelilingi Kabah. Ketika di selesar mesjid - dalam perjalanan pulang ke hotel, tiba-tiba ada uang kertas yang terlipat-lipat jatuh menyentuh tubuhku. Entah datang darimana uang itu ? Kemudian aku ambil dan tanyakan ke sekelilingku, apakah uang ini adalah milik salahsatu dari mereka ? ternyata tak ada satupun yang mengaku memilikinya, maka akupun meletakkannya di bawah pilar, sambil berdoa semoga ditemukan yang berhak memilikinya, dan mengucapkan terima kasih dalam hati, sambil meyakini bahwa apa yang kumiliki sekarang sudah cukup.

Hari berganti hari, hingga tak terasa kami harus menjalani Tawaf Wada sebagai bentuk perpisahan kepada "Al Haram". Alhamdulillah.... aku bersyukur atas semua makna dan pengalaman yang aku dapat di "Rumah Allah".

Terdapat beberapa hal yang dapat aku cermati dan diambil hikmahnya bersama, yaitu :

  • Tahapan ibadah umroh dari sejak mandi ihrom, memakai baju ihrom, niat / mengambil miqot, bertawaf dan melakukan sai, hingga tahalul, semua ini menyiratkan makna hidup. Hidup ini sudah ada Yang Mengatur dan ada aturannya, sehingga kewajiban kita adalah menjalani hidup dengan mengupayakan berbuat baik, mematuhi aturan Nya, selalu ingat kepada Yang Mengatur - berdoa, agar tetap dilindungi dan menjalaninya dengan ikhlas. Dibalik aturan hidup yang harus kita patuhi tadi, terdapat ruang untuk kita berdialog dengan Sang Maha Mengatur hidup, yaitu dengan berdoa. Di dalam doa kita bisa memohon yang terbaik untuk kita. Karena sesungguhnya yang terbaik untuk kita hanya Allah yang tahu, bukan diri kita sendiri.
  • Allah SWT juga menyadarkan kita, bahwa sesama manusia kita harus saling menghormati, apapun status dan kedudukan atau fisik orang tersebut. Keberadaan Hajar Aswad di sisi Kabah, telah menyadarkan kita bahwa Allah SWT sangat menghargai umatnya, sebagaimana Siti Hajar. Walaupun Siti Hajar adalah budak perempuan dan berkulit hitam, namun Beliau merupakan satu-satunya hamba yang diperkenankan Allah, untuk dimakamkan di sisi Kabah. Inilah cara Allah sedemikian memuliakan umatnya, seorang ibu yang berasal dari budak berkulit hitam, yang dengan penuh keikhlasan mengasuh anaknya dalam kondisi serba terbatas, bahkan air pun tak ada, namun dia tetap selalu mematuhi perintah Allah. Maka ridho Allah datang pada Siti Hajar, mulai dari adanya mata air zam zam, hingga diberkati keturunannya menjadi nabi-nabi, dan dirinya dimakamkan di sisi Kabah. Saat ini para umat muslim dari berbagai penjuru dunia yang datang ke Al Haram, umumnya akan berusaha mencium pangkuannya - mencium "Hajar Aswad", yang dapat pula kita maknai bahwa kita harus hormat kepada orangtua, terutama ibu yang melahirkan kita, terlebih lagi jika ia adalah ibu yang senantiasa berupaya dan berdoa untuk setiap langkah hidup kita, seorang ibu yang mulia.
  • Nabi Muhammad SAW telah banyak berperan mensejahterakan umatnya. Jika tidak ada Beliau, niscaya jazirah Arab akan tetap menjadi tanah gersang, yang nyaris tak berpenghuni, dan sangat rawan kejahatan serta perkelahian. Mengingat karakter masyarakat Arab, khususnya Suku Quraisy sangat temperamental, berbicarapun mereka sulit sekali untuk halus, suaranya selalu keras seperti orang membentak. Beliaulah yang telah memotivasi orang untuk senantiasa ingat kepada Allah. Sebagai bentuk kendali terhadap hawa nafsu yang cenderung menyesatkan.
  • Kehadiran para Nabi menjadikan jazirah Arab, khususnya sepanjang Mekah dan Madinah sarat dengan nilai sejarah dan makna. Allah telah menunjukkan keadilan bagi negeri yang gersang ini, melalui perantaraan para Nabi tersebut, khususnya Nabi Ibrahim AS dan Nabi Muhammad SAW, yaitu dengan menjadikan Kabah sebagai orientasi ibadah umat muslim, yang kemudian didatangi oleh para manusia muslim dari berbagai penjuru dunia guna melakukan haji dan umroh. Maka jazirah Arab mau tidak mau menjadi negeri terbuka, dapat maju dengan pesat, sekaligus mengajarkan penduduknya agar dapat selalu bersikap santun sebagai tuan rumah. Maknanya adalah dibalik semua ridho, dan kemuliaan yang diberikan oleh Allah, pasti terkandung tantangan yang harus dihadapi di dalam hidup. Dibalik nikmatnya masyarakat Arab Saudi dengan keberadaan Kabah, namun terdapat tantangan untuk mampu menjadi tuan rumah dan menjaga hubungan antar negara dengan baik, serta tetap memelihara nilai-nilai sejarah yang ada.
  • Tanah Haram ibarat surga dunia, karena selama dunia masih ada, berbagai usaha pencarian rejeki di tanah ini akan tetap ada dan langgeng. Maka tak jarang orang memanfaatkan untuk membuka bisnis di Mekah - Medinah, karena sangat ideal. Sekali kita dipercaya di sini, maka bisnis itupun akan langgeng sepanjang kita dapat mempertahankan kepercayaan tersebut. Karena Tanah Haram tak pernah sepi, setiap pagi, siang, malam, tegah malam seperti tak ada beda. Tak ada waktu tidur di sana. Setiap saat orang terjaga dan beribadah.
  • Pemerintah Arab Saudi sangat memperhatikan asset negerinya, dan tahu betul Tanah Haram (sepanjang Mekah-Madinah), walau tidak diperkenankan / haram didatangi oleh non muslim, namun sangat diminati semua orang dari seluruh penjuru dunia. Maka diterapkan aturan untuk tidak memperkenankan warganegara lain untuk membuka usaha di negerinya. Sehingga banyak usahawan dari luar negeri memilih bekerjasama dengan warga Saudi, agar mendapatkan ijin usaha. Walaupun hal ini berdampak positif untuk menjaga asset dalam negeri untuk tetap dimiliki oleh penduduk asli, namun ada dampak negatifnya, yaitu warga asli Saudi Arabia menjadi cenderung malas, karena dengan mencantumkan namanya sebagai pemilik usaha dia telah mendapatkan nafkah rutin, walaupun dia tidak mengelola usaha tersebut secara langsung.

Demikianlah Sahabat sekedar oleh-oleh dari Tanah Suci yang dapat aku bagikan, semoga bermanfaat untuk kita semua.

Wassalamualikum Wr. Wb

Jakarta, April 2008. Setelah kepulanganku, saat negeri ini kian runyam.

Selasa, 01 April 2008

Semangat Membuat Hidup Jadi Lebih Hidup

Ini sebuah penggalan cerita tentang apa yang saya alami semalam, sewaktu saya membeli nasi uduk untuk makan malam. Warung nasi uduk yang satu ini memang langganan saya dan suami sejak tahun lalu. Awalnya kami under estimate dengan warung ini karena wujudnya yang sederhana, yaitu bilik tidak permanen dari kayu yang dicat putih seluas 2 x 4 meter persegi, serta letaknya yang tidak menarik untuk didatangi, yaitu di bawah pohon senggon di pinggir jalan senggol, alias jalan yang hanya cukup untuk 1 mobil 2 motor. Kalau malam suasananya pasti jadi iiihh... agak seram, karena pohon senggon yang mendominasi area tersebut. Saking seringnya kami lewat jalan senggol itu, kami akhirnya jadi tertarik buat mampir di warung tersebut. Keinginan itu dipicu, karena setiap malam orang ramai datang untuk beli nasi uduk, ada yang naik sepeda motor, sepeda ontel, dan jalan kaki, tapi yang naik mobil masih jarang, karena sulitnya parkir di area itu. Ternyata setelah kami mencicipi nasi uduk "Warung Pohon Senggon" itu akhirnya kami ketagihan, dan jadi alternatif menu makan malam kami setiap kali pulang kantor.

Setelah berkali-kali saya dan suami datang ke sana, hingga mulai terbiasa berinteraksi dengan Ibu penjual nasi uduk yang sangat sederhana, dan kental logat Jawa-nya. Ada hal yang menarik di sini, yaitu Ibu penjual nasi uduk ini selalu dibantu oleh seorang anak laki-laki, yang sangat santun dan tak pernah melawan ketika disuruh apa saja. Walau dia baru datang setelah membeli minyak atau plastik dengan bersimbah peluh, dia tetap taat ketika diperintah apapun. Sangat jarang anak seusia itu mau dengan tulus ikhlas membantu orang lain, apalagi orang secerewet Ibu penjual nasi uduk tadi. Ibu ini memang lumayan cerewet, tapi tidak pemarah, dia selalu ingin semua tertata dengan baik dan teliti dalam mengakomodir keinginan dan kebutuhan pembeli. Dari mulai sambal yang dicampur dan dipisah, ayam yang digoreng garing, atau dipotong kecil-kecil, nasi yang satu atau setengah, sampai kursi untuk pelanggan yang antri (biasanya pelanggan yang antri duduk berjejer di bawah pohon dekat warung tersebut, kalau hujan ya... sambil duduk pake payung).

Saking seringnya berkunjung ke warung tadi, saya akhirnya tahu dari Ibu Penjual Nasi Uduk tersebut bahwa anak laki-laki yang selalu membantunya adalah anaknya yang paling kecil.
"Wah senang ya Bu, punya anak yang baik seperti itu" spontan saya berucap dan disambut "Alhamdulillah" oleh Si Ibu sembari tersenyum. Akhirnya sambil menggoreng ayam pesanan pembeli, Si Ibu bercerita tentang ke empat anaknya. Anaknya semua ada 4 orang, 3 orang laki-laki dan 1 orang perempuan. Anak pertama dan kedua sudah sarjana, dan sudah bekerja, masing-masing di Indosat dan Pelni. Sedangkan anak ketiga masih kuliah dan anak bungsu yang selalu menemaninya masih duduk di SMA Negeri favorit di Jakarta Selatan. Aku makin terkesima dengan penuturan ibu ini. "Yah, doain aja keingginan saya terkabul ya Bu, saya ingin semua anak saya bisa mencapai sarjana dan mandiri semua" Kata Ibu Penjual Nasi Uduk sambil membungkus nasi satu persatu. Tekad seorang ibu yang penuh kesederhanaan, mengajarkan anaknya tentang human relation yang baik, tanpa banyak teori, dan menyemangati anak dengan luar biasa, melalui semangatnya dalam keseharian yang tak pernah putus.


"Wah sekolah di SMA favorit itu saingannya berat, trus kapan anaknya belajar Bu?" tanya saya karena penasaran bagaimana si anak membagi waktu dengan baik.
"Yah sepulang dari sini, setelah dagangan habis sampai di rumah trus belajar" jawab Si Ibu ringan.
Terlihat Si Ibu tidak pernah melakukan instruksi khusus tentang pembagian waktu si anak, tapi anak yang mengatur jadwalnya sendiri. Bayangkan setiap malam dagang sampai jam 21 atau 21,30 lalu pulang dan baru belajar. Hebat juga stamina si anak, kalau saya jam segitu sudah tinggal 5 watt, mana mungkin bisa konsentrasi belajar.

Belajar dari yang sederhana kadang memang luar biasa, dan kadang tidak kita sadari bahwa diantara hal yang biasa saja, ternyata ada sesuatu yang luar biasa. Dari mulai warung kecil yang tidak dianggap, menjadi tempat rujukan menu makan malam, sampai tempat untuk mengambil hikmah dan semangat, yang siapa tahu bisa menular ketika kita membutuhkannya.

Sobat itulah menu makan malamku, Nasi Uduk dengan Bumbu Semangat Seorang Ibu yang kini membuat hidupku menjadi lebih hidup.

Rinawati
Jakarta di awal April, ketika hidup butuh menjadi lebih hidup

Senin, 31 Maret 2008

For The First Time

Dear all my Best.....
Pohon ini tumbuh di dataran tandus Kupang, Nusa Tenggara Timur. Setengah merangas, setengah semi. "Hidup segan mati tak mau" . Kadang seperti itu pula rasa hidup kita. Namun kita tak boleh putus asa. Karena hidup harus kita jalani dengan takdirnya dan segala daya upaya serta doa kita.

This is my first time to say "Hi !" with all of you. Banyak inspirasi yang telah terbuang selama ini, dan tidak terangkai dengan baik. "Diary for our country" yang biasanya hanya menjadi serpihan yang tak bermakna, kini akan mulai saya bagikan untuk sobat-sobat tercinta, saudara-saudaraku tersayang, for all of you. Saya akan sangat bersyukur bila ini semua dapat memberi inspirasi buat yang lain, paling tidak menjadi sesuatu yang menarik untuk dinikmati bersama, dan dapat menjadi bahan renungan, atau bahkan menjadi mimpi kita semua.

Rina's Diary tidak sebagaimana buku harian yang lain, karena mungkin tidak akan selalu ditulis secara harian. Tentunya selama saya sempat menulis, namun semua tulisan tersebut adalah berdasarkan pengalaman dan serapan harian saya. Mohon maaf sebelumnya, jika mungkin akan sangat subjektif, juga mungkin tidak akan memberikan solusi apapun pada permasalahan negeri ini atau bahkan permasalahan siapapun. Tapi paling tidak akan menularkan suatu pemikiran tertentu, yang sederhana, dan mungkin juga sudah dipikirkan oleh yang lain, namun tentunya akan selalu ada yang unik, karena setiap manusia adalah unik, sebagaimana sobat dan saya.

Indahnya suatu tulisan, jika enak untuk dibaca, dan bermaknanya sebuah tulisan jika sudah dipahami. Semoga apa yang saya tuliskan dapat mampu memberi arti, serta menambah rasa syukur kita atas apapun yang kita hadapi. Ibaratnya walau sangat kecil dan tak terasa, seperti tiupan angin yang sangat lembut, namun bisa memberikan kesejukan.

Jakarta pada akhir Maret 2008, ketika semua mulai serba mahal

Lencana Facebook