Padamu negeri kami berbakti
Bagimu Negeri, Jiwa Raga Kami....
Ini adalah fakta negeri ini, tepatnya dari desa Ilomangga, Gorontalo. Anak kecil ini bernama Rasya Pomile, umurnya 1 tahun 2 bulan, beratnya hanya 7,5 kg, walaupun ketika lahir beratnya 3,6 kg. Kondisinya sangat mengenaskan karena selain berat badan kurang, Rasya belum mampu duduk dengan tegak, apalagi berdiri, tubuhnya lemas, dan sangat mudah rewel. Selain itu adanya benjolan di kaki kanannya menjadikan Rasya tidak leluasa bergerak. Dia tinggal dengan Ibu, Ayah dan Kakek serta Neneknya. Mereka sangat miskin. Hingga jam 11 siang mereka belum sarapan, karena masih harus menunggu uang yang dibawa pulang oleh Kakek dan Ayah Rasya yang kerja di ladang. Saat ini ibu Rasya berumur 17 tahun. Pada usia 16 tahun ia sudah mempunyai 2 orang anak (Rasya dan Kakaknya yang baru saja meninggal pada usia 3 tahun, karena sakit-sakitan). Nama Si Ibu muda ini adalah Iwin Puyo. Terlihat pada foto di atas (Iwin yang duduk di sisi belakang), dari wajahnya nampak Iwin menderita anemia, karena selain matanya cekung, juga tampak kantung mata yang berwarna gelap. Sebagai seorang ibu Iwin sepertinya belum siap, karena masih terlalu muda, belum cukup dewasa untuk bersikap sebagai orangtua. Menurut cerita para tetangganya, Iwin sangat sulit diajak ke posyandu, karena takut anaknya disuntik lalu jadi panas. Ia bahkan sempat lari dari Posyandu ketika giliran Rasya imunisasi DPT. Kesadaran Iwin yang kurang menjadikan Rasya hanya menerima vaksin polio dan BCG, dan tak pernah diberikan vaksin DPT atau yang lain karena takut menjadi panas. Kini Iwin tak pernah lagi membawa Rasya ke Posyandu. Nenek Rasya mengaku tidak pernah menasehati Iwin, karena diapun tidak paham tentang "masalah kesehatan jaman sekarang", demikian pengakuannya. Yang mengerikan lagi, karena Rasya mudah sekali rewel, maka Iwin dan Nenek lebih memilih memberikan Rasya makanan yang ia suka rasanya, maka setiap hari Rasya mengkonsumsi "Indomie". Walau kadang ada ikan atau sayur yang dikonsumsi orang dewasa di rumah tersebut, namun Rasya tetap memilih Indomie sebagai menunya sehari-hari. Seperti sebuah nyanyian "Indomie....seleraku...".
Dari fakta di atas, salah siapa yang seperti ini ? dosa siapa yang seperti ini ? Ada baiknya kita instrospeksi bahwa itu adalah salah kita semua. Saya mungkin juga turut bersalah karena tidak mampu berbuat banyak. Kisah-kisah seperti Rasya memang sangat banyak dan menyebar di negeri ini. Jika kita telusuri sebenarnya akan menjadi sangat baik, jika gotong-royong dan semangat "Bagimu Negeri Jiwa Raga Kami" alias nasionalisme dihidupkan kembali di semua lini di negeri ini. Sehingga jika ada yang belum paham tentang kesehatan, dan membahayakan kondisi generasi penerus bangsa, maka yang lain akan peduli, membantu, menyadarkan. Bila perlu Aparat Desa turun tangan untuk membantu langsung kasus khusus seperti ini. Yang memprihatinkan pada kasus Rasya adalah sikap Sekretaris Desa yang tidak langsung menanggani dan membawa Rasya ke Puskesmas, namun justru menyarankan untuk bersabar hingga ada pendataan Askeskin yang baru. Sementara Kader Posyandu pun tidak memahami bahwa kondisi seperti Rasya masuk dalam kondisi rawan dan harus segera ditanggani dengan baik.
Kasus Rasya merupakan salahsatu cerminan, adanya permasalahan utama, yaitu kebiasaan menikah muda di daerah tersebut. Bukan hanya orangtua Rasya yang menikah muda namun juga orangtua yang lain. Hingga ada yang usia anak bungsunya yang sama dengan usia cucunya. Karena anaknya menikah muda dan diapun masih terus "memproduksi anak". Jika menikah muda tentunya belum ada kesadaran yang memadai tentang bagaimana harus bersikap sebagai orangtua, yang harus membujuk anaknya jika tidak mau makan makanan yang sehat, dan harus tetap membawa anaknya untuk divaksin, walau anak tersebut akan menjadi rewel sehari semalam karena panas, inipun sebenarnya tidak akan terlalu merepotkan karena Bidan atau Dokter biasanya telah memberikan obat penurun panas, yang dapat diberikan jika si anak panas.
Kebersamaan di desa dan peningkatan kesadaran, kepedulian dan kemampuan setiap kader dan aparat desa harus dilakukan secara terus menerus. Ibarat tanaman harus dipupuk, disiangi dan disiram secara rutin. Sehingga mereka dapat peka dan peduli dengan masyarakat, benar-benar menjadi pamong praja dan tempat bertanya bagi masyarakat. Dan akhirnya masyarakat dapat merasa diayomi, dan diberikan wawasan hidup hingga mereka dapat merangkai sendiri hari depan mereka, serta membentuk penerus Bangsa yang menjadi tanggung-jawab mereka dengan baik.
Jika kita runut, kurangnya kepedulian masyarakat pada aspek kesehatan, khususnya terkait dengan tanggung-jawab terhadap nasib generasi penerus, adalah karena ketidaktahuan mereka. Sehingga "Pendidikan Kesehatan Masyarakat" dan "Pendidikan Kebangsaan" harus diberikan sejak dini. Selain kita menanggani jangka pendek dengan memberikan makanan tambahan, penyuluhan dan mengalakkan posyandu, penangganan jangka panjang juga mutlak dilakukan. Pendidikan tentang 2 hal yang masih kurang, yaitu pemahaman tentang kesehatan bagi kehidupan dan pemahaman generasi penerus sebagai kader bangsa merupakan salahsatu solusi jangka panjang tersebut. Karena kita tidak menghendaki negeri ini akan terus menerus dilanda ketidaktahuan dan hanya mampu menyelesaikan di sisi tepi atau kulitnya saja. Semoga secuil kisah ini mampu memberikan semangat bagi kita semua agar tetap yakin untuk berbuat sebagaimana "Bagimu Negeri Jiwa Raga Kami".
Jakarta 10 Juni 2008, disaat negeri ini tidak hanya butuh kata cinta, tapi benar-benar perilaku yang penuh cinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar