heran. Pertama kami baru tahu bahwa Kabupaten Manggarai telah mengalami pemekaran pada bulan Agustus 2008, dan menjadi Kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur. Nampaknya gaung pemekaran tersebut tak sampai hingga ke tim PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) Generasi tingkat nasional. Dampaknya tentu saja beberapa pendanaan dan pembinaan dari Pemerintah Pusat menjadi tertunda. Hal ini memperlihatkan bahwa koordinasi antara Tim Pusat dan Daerah memang kurang berjalan baik. Tapi tak apalah, tak ada yang bersalah, yang penting pada akhirnya semua terkoordinasi dengan baik.
gbr kiri : pak Gorys, 2 orang masyarakat setempat, bu Soenoe, saya dan 2 orang masyarakat setempat.
Yang membuat kami heran untuk kedua kalinya adalah kabupaten Manggarai Timur selaku kabupaten yang baru mekar, ternyata tidak memiliki dana yang cukup untuk operasional pemerintah daerah. Sebagaimana tertera pada Undang-undang Pemekaran yang ada, dinyatakan bahwa sumber pembiayaan kabupaten baru, pada tahap awal berasal dari dana bantuan provinsi dan kabupaten induk. Di Manggarai Timur besarnya alokasi bantuan dari provinsi NTT untuk operasional adalah sebesar Rp. 5 milyar, sedangkan dari kabupaten Manggarai selaku kabupaten induk juga memberikan dana sebesar Rp. 3,3 milyar. Hingga akhirnya dana Rp. 8,3 milyar terkumpul sebagai bekal Manggarai Timur merintis roda pemerintahan.
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan salah satu agenda yang harus dilaksanakan pada tahun pertama berputarnya roda pemerintahan. Karena tidaklah mungkin suatu kabupaten terlalu lama dipimpin oleh pejabat sementara.
Banyak partai yang menjadi sangat agresif mengusung calonnya masing-masing, dan dengan konsekuensi masing-masing. Hingga akhirnya jumlah calon mengerucut menjadi 7 orang calon Kepala Daerah. KPU menghitung anggaran yang harus disediakan daerah guna merealisasi Pilkada, yaitu sebesar Rp. 10 milyar. Hal ini dikarenakan besar kemungkinan Pilkada yang mengusung 7 orang calon, akan terjadi dalam 2 putaran.
Sesuai Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah, bahwa provinsi wajib memberikan dana bantuan untuk penyelenggaraan Pilkada kepada kabupaten hasil pemekaran. Provinsi NTT ternyata tidak melakukan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang. Kepada Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi NTT hanya meminta kabupaten tersebut untuk mempergunakan dana yang telah mereka berikan sebelumnya, guna mendukung penyelenggaraan Pilkada. Alhasil Kabupaten Manggarai Timur harus gigit jari dengan dana yang dimiliki, yaitu hanya sebesar Rp. 8,3 milyar, bahkan sebagian telah terpakai untuk operasional, tapi masih harus menyediakan Rp. 10 milyar untuk Pilkada. Berarti kabupaten ini harus utang.
Dalam bertugas para aparat kabupaten bersemboyan "Karena ini tugas maka apapun kondisinya kami laksanakan". Entah mereka berutang kemana, yang pasti Bapak Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Kesbangpol setempat mengatakan "Siapapun nanti yang akan menjadi Bupati Manggarai Timur, maka ia akan berkewajiban mengembalikan utang". Dan tentunya dapat kita hitung bersama, besar minimal utang Bupati terpilih. Lantas berapa lagi dana yang harus Bupati pinjam berikutnya untuk membayar utang yang sekarang, dan berapa juga yang dibutuhkan untuk operasional pemerintahan berikutnya, dan berikutnya lagi ? Lantas kapan kabupaten ini akan membangun, dan kemana arahnya ? Jika setiap tahun anggaran harus mencari dana segar yang berasal dari utang. Serba gelap dan tak satupun aparat di sana yang bisa memberi gambaran kelanjutannya.
Manggarai Timur yang luar biasa indah pemandangannya,dan subur tanahnya, namun rakyatnya sangat merana karena masih banyak yang belum menikmati listrik, miskin, minim informasi, transportasi juga masih langka, akses sangat jauh dan medannya pun sangat sulit. Dampaknya SDM masyarakat juga menjadi terbatas. SDM yang lemah tentu dapat menjadi santapan empuk SDM yang kuat, terlebih jika mereka tinggal di alam yang sangat memanjakan. Santapan yang lezat bagi para "pemangsa rakyat". Apakah hal ini tidak juga menjadi daya tarik para pejuang pro pemekaran dan sponsorship pilkada tersebut ? Utang akan terbayar dengan uang atau peluang dan fasilitas sebagai arena bermain yang menarik.
Ini baru satu kabupaten, bagaimana kalau ini terjadi dengan banyak kabupaten di Indonesia. Apakah semua Kepala Daerah pasti punya utang ? Jika ya, berarti kepemimpinannya akan dibayangi pengembalian utang dan kepercayaan dirinya akan langsung rontok ketika berhadapan dengan pihak pemberi utang. Secara logika pasti ada pihak kaya raya yang bisa memberikan pinjaman dan sebenarnya lebih berkuasa daripada Bupati. Dan jika kepemilikan dana tersebut adalah secara privat, maka kebijakan umum di kabupaten tersebut juga akan sangat mudah ditentukan pihak kaya raya yang bermain di balik layar, dan bersifat privat. Artinya apapun pilihan rakyat, tetap akan dikendalikan oleh si kaya raya yang telah membiayai pesta pemilihan Bupati. Kekuasaan di tangan rakyat sudah tidak ada lagi. Rakyat hanya dibutuhkan suaranya, untuk legitimasi selebihnya nasib rakyat ada di tangan privat yang super kaya tadi.
Nampak jelas bahwa Pilkada menjadi arena bermain para penguasa kapital, dan demokrasi rakyat secara langsung hanya bungkus dari arena permainan tersebut. Jika demikian kita patut bertanya kemauan siapakah pemekaran kabupaten tersebut ? Rakyatkah atau siapa ? Ambisi aparat jelas untuk meng-upgrade pangkat dan jabatan tanpa menunggu proses yang lama atau antri dengan yang mau pensiun, tapi bagi rakyat apa motivasi mereka ? Apakah mereka tahu akan lebih diperhatikan, terjamin dan terurus jika wilayahnya mekar ? Kemungkinan sangat kecil rakyat akan berpikir prospektif seperti itu, umumnya yang penting bagi mereka hanya hal yang tampak dan mereka hadapi saat ini. Lalu siapa yang mendorong tingkat Pusat menyetujui pemekaran tersebut, jika asset tak ada, dana bantuan belum tentu mencukupi. Siapa yang mampu menangkap pemekaran dan pilkada yang merupakan satu "paket kejenakaan kabupaten baru" ini sebagai suatu peluang ? Tentunya orang yang pandai berhitung dan menangkap kebingungan publik sebagai peluang bagi mereka.
Permainan kapital menjadi sangat penting dan siapapun yang dapat mempermainkannya dengan lihai, maka ia akan meneguk keuntungan sebesar mungkin. Kapitalis sebagai pola pikir dan aturan sistem telah mengurita, dan melilit negara ini hingga ke sela-sela urat halusnya. Sangat luar biasa, dan walau banyak orang melakukan dengan terpaksa, namun mereka tetap menjadi bangga ketika mereka mendapat perlakuan luar biasa, atas kemampuan mereka tetap menjalaninya walau dengan terpaksa.
Akhir kata, saya salut dengan Pak Bambang dan Pak Gorys yang tangguh dan setia mendampingi masyarakat di Manggarai. Dua orang Bapak sahabat saya ini sangat luar biasa tangguh menghadapi tantangan alam dan masyarakat yang masih sangat membutuhkan penyadaran serta dampingan. Buat Bu Soenoe, janganlah bosan menjadikan kami semua sahabat dalam memberdayakan masyarakat.We do it all together.
Jakarta, 7 November 2008
Ketika Indonesia ikut bahagia dengan terpilihnya Barack Obama sebagai Presiden Amerika
2 komentar:
kok bisa sich pemekaran informasinya ng nyampe.pdhl suratnya ada lho....tapi di luar siapa yang ngirim n nerima suratnya,tapi skrg zaman informasi,harusnya ng gitu khan..
Ya,troublenya memang di internal komunikasi kita. Terutama ant yang handle PNPM Mandiri Perdesaan regular dg PNPM Generasi, krn ttg lokasi pasti urusannya dg tim regular, tim Generasi hanya tau sdh final. Ya,pelajaran buat kita juga.
Posting Komentar